Ikan Mas dan Legenda Danau Toba

Ikan Mas dan Legenda Danau Toba


Sumpah yang diucapkan seorang ibu karena murka kepada suaminya, menjadi awal mula terjadinya petaka bagi keluarga petani di satu desa kecil dan dipinggiran sungai di Tapanuli. Sumpah itu menjadi malapetaka karena janji yang sudah disepakati diingkari sang suami, bernama Borgus kepada istrinya.
Istrinya ini yang merupakan jelmaan ikan mas, yang didapatkan Borgus saat menjala di sungai, di dekat kampungnya. Ikan mas yang menjelma menjadi manusia, mengikat janji dengan Borgus dalam sebuah pernikahan di depan tokoh kampungnya, yang biasa dipanggil dengan sebutan "Pande".
Namun sebelumnya, kedua insan manusia ini sudah mengikat janji. Perempuan jelmaan ikan mas ini meminta agar Borgus berjanji, jika kelak mereka memiliki anak, Borgus harus menjaga ucapannya, terlebih saat marah. "Kalau marah, dan kalau anak kita sudah ada, jangan pernah bilang dia anak ikan," ujar perempuan tersebut dengan tegas.
Singkatnya, seiring dengan perjalanan waktu, dan saat anak mereka sudah mulai tumbuh, malapetaka itu hadir. Borgus marah, karena nasi yang seharusnya diantar anaknya bernama Ucok, untuk dia, dimakan malah dimakan sang anak.
Mendapati nasinya habis, Borgus yang sudah bekerja dikebun sejak pagi, murka. Namun sayang, murkanya ditumpahkan dengan mengucapkan kalimat yang sudah dijanjikannya untuk tidak pernah diucapkan. "Aku sudah capek, kau malah enak makan nasiku. Dasar anak ikan," begitulah kalimat yang diucapkan Borgus ke Ucok.
Kalimat yang diucapkan Borgus disampaikan Ucok ke ibunya. Setelah menyuruh Ucokpergi kedaratan tinggi diwilayah itu, sang ibu melakukan ritual dan meminta Yang Maha Kuasa mengabulkan doanya agar hujan diturunkan secara terus menerus. Dia sendiri kembali menjadi ikan mas.
Hujan itu merupakan air mata istri Borgus yang turun secara terus menerus di wilayah daratan rendah itu. Air mata ikan mas ini menjadikan daratan rendah tersebut meluap dan membentuk danau besar, yang kini disebut Danau Toba.

Demikian sepenggal cerita yang dibawakan pemain opera Batak dibawah asuhan Thompson HS di Engku Putri, Batam Centre, Sabtu (5/4) lalu, yang dibawakan. Dihadapan ribuan warga Sumatera Utara, para pemain Opera Batak memainkan perannya dengan baik. Mereka begitu menghayati setiap lakon yang dijalankan dengan baik, diiringi tiupan seruling yang ditiup seorang pria tua berkumis tebal.
Menariknya, opera Batak kali ini sudah dibumbui dengan tayangan layar lebar untuk mendukung cerita yang dibawakan para pemain opera. Seperti saat anaknya Borgus sedang memakan nasi yang seharusnya dibawanya ke bapaknya dikebun, dipanggung, ada tayangan visual. Visual ditayangkan dengan adegan, Borgus sedang mencangkul dan mengumpulkan rumput di kebun.
Seperti itu juga saat hujan turun turun terus menerus, selain gambar video yang ditampilkan, saat Borgus hendak tenggelam, ada juga juga audio visual dengan bunyi air hujan. Jadi adegan opera semakin hidup karena dibumbui suara dan gambar, yang mendukung cerita yang dibawakan secara langsung pemain opera.
Sekarang, opera Batak dihidupkan dengan bumbu audio visual untuk mendukung cerita yang dibawakan. Walau masih butuh perjuangan panjang agar opera Batak ini bisa kembali diterima dan dimasyarakatkan, mereka optimis. Bahkan dengan sekitar 11 orang anggota tim, mereka sudah melakukan pementasan diberbagai daerah di Sumatera Utara, Jakarta. Bahkan pementasan sudah dilakukan di Jerman dan Belanda.
"Di Sumatera Utara sendiri, opera Batak ini sudah cukup langka karena Opera Batak tidak mampu bersaing dengan tayangan film, baik melalui televisi, VCD, DVD dan bioskop," terang Thompson.
Sebagaimana diungkapkan Thompson, opera Batak ini sudah hidup sejak tahun 1920 lalu. Opera ini menjadi tontonan untuk warga dikampung-kampun di Sumatera Utara. Namun seiring dengan perkembangan tehknologi, sekitar tahun 1980, opera Batak menjadi tontonan langka dan hampir punah. Baru sekitar tahun 1992, opera Batak kembali dihidupkan.
Thompson bersama rekan-rekannya mencari mantan pemain opera Batak yang masih hidup. Setelah mendapatkan para pemain opera, dia mencari naskah-naskah cerita opera Batak. Dalam berbagai pementasan, mereka membawakan cerita dari tanah Batak, seperti Siboru Tumbaga, Guru Saman dan lainnya. Sementara untuk cerita legenda terbentuknya Danau Toba, baru pertama kali ini dibawakan.
Ke depan mereka akan menggali cerita-cerita lain, di Sumatera Utara untuk dipentaskan. "Kita akan menggali cerita-cerita lain di tanah Batak untuk dipentaskan. Cerita legenda dan cerita lainnya, akan kita hidupkan, dan kita berencana untuk membuat dokumentasinya dalam bentuk CD," jelasnya.

Comments