Sehari Bersama Soerya Respationo

"Kisah Barang Antik dan Buku Pengantar Tidur"

Gelar penghargaan bagi seorang figur, bukan sesuatu yang ringan untuk menjalankan dalam kesehariannya. Tidak banyak yang mendapat gelar penghargaan namun dalam kesehariannya jauh dari apa yang didedikasikan.

Namun tidak demikian dengan Ketua DPRD Kota Batam, Soerya Respationo yang digelari dengan 'bapaknya' wong cilik. Dua buku yang ditulisnya juga mengangkat masyarakat kecil, atau dalam kamus PDI Perjuangan dikenal dengan 'wong cilik'.

Dalam kesehariannya, Soerya juga mengaku selalu siap mendedikasikan dirinya untuk wong cilik. "Wong cilik itu salah motor pembangunan di Indonesia. Namun mereka kurang diperhatikan," ujar pria bertubuh tinggi dan tegap ini.

Dia menceritakan, jika hari kerja, Soerya menyiapkan sendiri keperluannya kekantor. Sementara untuk sarapan pagi, disiapkan istrinya. "Kalau hari kerja, istri menyiapkan makan atau serapan pagi dan suplemen vitamin," katanya.

Nah, seperti apa kehidupan keseharian Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Kepri ini..? Kami berkesempatan untuk bersama dia selama sehari, tepatnya, Sabtu (9/2), mulai pukul 06.00 WIB hingga 00.00 WIB, dini harinya. Namun sayang, saat itu aktivitas Soerya tidak sepadat hari-hari kerja, karena hari itu dia libur.

Dia lebih banyak menghabiskan waktunya dirumah, dan agenda keluar rumah hanya rapat di kantor PDI Perjuangan, di Sei Panas dan malamnya menerima tamu dari petinggi-petinggi di Lingga. "Kalau tidak puas meliput dihari libur, nanti dihari kerja, bisa kita atur waktu sehari penuh bersama lagi," ujarnya.

Pukul O6.00 WIB

Saat itu, sekitar pukul 06.00 WIB, Batam News mendatangi Soerya. Soerya mengaku sudah sekitar 1 jam bangun dari tidurnya, setelah sebelumnya sibuk dengan aktivitas di dewan dan partai. Bangun tidur, dia cuci muka dulu lalu, minum air mineral dan bersiap untuk olah raga. "Aku biasanya tidur antara pukul 01.00 atau 02.00 dini hari. Bangunnya sekitar pukul 05.00 WIB," ceritanya.

Dia mengaku sudah terbiasa dengan pola tidur seperti itu, sejak masih kuliah di UGM dulu. Ternyata kebiasaan seperti itu cukup bermanfaatkan, karena malam pun dia masih segar saat ada tamu, baik dari LSM, OKP, pejabat, tokoh masyarakat, hingga masyarakat biasa, yang datang kerumahnya. Walau tidurnya lama, namun bangunnya juga agak cepat, antara jam 05.00 atau 06.00 WIB.

Sebelum tidur, dia mengaku selalu membaca buku, baik buku politik, filsafat, sosial dan ekonomi. "Kadang ketiduran dan bukunya jatuh sendiri kelantai. Jadi bukunya pengantar tidur," ujar pria yang menyandang gelar doktor ini.

Saat ditemui, dia sedang bersiap-siap memulai olah raga pagi di lantai II rumahnya. Disana dia memiliki tempat untuk melakukan fitnes, lengkap dengan alat-alatnya. Dia tidak sendirian, dia bersama kepala keamanannya, anak dan lima orang petugas keamanan rumahnya.

Karena mengaku sudah terbiasa melakukan fitnes, mereka tidak menggunakan instruktur lagi. Sekitar lima unit peralatan fitnes tersedia, untuk menjaga kebugarannya. Sekitar sejam mereka melakukan aktivitas fitnes itu diselingi dengan tawa dan canda. Soerya kelihatan cukup dekat dengan anak dan karyawannya itu.

Lima unit alat-alat fitnes itu dipergunakan Soerya bergantian dengan anak buah, kakak dan adeknya. Dipakai secara bergantian karena fungsinya berbeda-beda. Mereka juga terlihat terlatih menggunakan alat-alat itu.

"Kalau salah menggunakan, bisa berakibat tidak baik, misalnya, keseleo. Alatnya, Ada melatih kekuatan kaki, tangan, pinggang dan lainnya. Jadi pengganti jalan pagi diluar, disini juga bisa," kata Soerya sambil memperagakan alat-alatnya.Sekitar satu jam melakukan olah raga, Soerya dan rekan mengakhiri kegiatan olah raga paginya.

Pukul 07.00 WIB

Sekitar pukul 07.00 WIB, dia bersama anak buahnya bubar dan bersama menuju lantai dasar. Ditemani kepala keamanan, adek, abang dan anak buahnya yang khusus mengurusi khusus barang-barang antiknya, Soerya istirahat sambil baca koran dan merokok.

Dua bungkus rokok Jie Sam Soe diletakkan dimeja yang terletak didepan rumahnya. Tidak lupa teh manis dan serapan pagi pisang goreng, disiapkan pembantunya.

Semua koran yang disediakan anak buahnya untuk dibaca Soerya, merupakan koran harian lokal. Sambil menghidupkan rokoknya, Soerya yang menggunakan training dan kaos hitam tulisan tarung derajat itu mengambil rokok berkomentar.

"Semua koran menjadi refrensi dan sarapan pagi pengisi wawasan. Kalau koran nasional, dikantor bacanya dan koran lokal dibaca di rumah. Kalau hari kerja, sebagian dibaca dikantor dan sebagian dirumah," jelasnya.

Sambil mencicipi pisang goreng yang disediakan pembantunya, Soerya bercerita sekilas tentang kesehariannya, diluar hari Sabtu, Minggu dan libur. Dia mengaku biasanya pulang dari kantor, sekitar pukul 17-18.00 WIB, jika kegiatannya diluar tidak ada.

Kalau hari sabtu dan Minggu Soerya mengaku hanya melakukan aktivitas dirumah. Kalaupun keluar, biasanya Sore menemani anak dan istrinya belanja. Malam harinya dia berkeliling menemui warga ataupun kenalan-kenalannya, termasuk kader partainya.Soerya keliling Batam untuk menikmati malam Minggu dan mengunjungi tokoh masyarakat, payuguban, Ormas, OKP dan warga.

"Biasanya jalan ke pelosok, termasuk ke Kabil dan Mangsang, juga ngobrol sama tukang ojek atau supir taksi. Kalau tidak, mengunjungi tokoh masyarakat atau dikunjungi sepeti kilurah dari paguyuban jawa, FKPPI, LSM dan PDIP," jelasnya.

Dirumah, dia biasanya bersih-bersih barang antik dan belanja bersama anak dan istri, serta menata tamannya. Lebih banyak waktunya dipergunakan saat libur untuk menata tanaman yang mengelilingi rumahnya. Karena istri dan anak bungsunya sedang di Jakarta, dia punya waktu lebih banyak untuk dirumah.

Memang, jika melihat luas pekarangan rumah Soerya, waktu sehari, tidak cukup untuk menata taman dipekarangan rumahnya yang cukup luas. Luas tanah perumahannya sekitar 9000 meter persegi. Sementara luas bangunannya, 4000 meter persegi. Jadi luas tamannya dan parkir mobilnya sekitar 5000 meter persegi.

Setelah selesai serapan pagi dengan pisang gorengnya, Soerya melanjutkan aktivitasnya membersih-bersihkan barang-barang antik dirumahnya. Ditemani anak buahnya yang khusus mengurusi barang-barang antiknya, Soerya memperkenalkan asal-usul barang-barang tersebut satu persatu.

Dia terlihat tidak canggung untuk mengelap dan membersihkan barang antik itu. Bahkan Soerya hafal nama-nama dan asal-usulnya. "Karena tiap hari membersihkan barang antinya, jadi hafal," ujar Soerya sambil menyemprot-nyemprot barang antiknya.

Beberapa barang antik yang ada dirumah Soerya, diantaranya keris yang menurut Soerya, merupakan keris dari kerajaan di Jawa. Ada juga samurai tipis dan lentur, sehingga bisa dibengkokkan hingga melingkar.

Dari barang-barang antik yang ada, batu giok disana cukup banyak. Ada yang berbentuk piring, Cawan dan berbentuk hewan, seperti kerbau. Ada juga tombak zaman Singosari yang disimpan dalam kaca berbentuk kotak. Kalau kotak penimpanannya kata dia dibuka, baunya masih bau amis.

Selain itu, ada juga patung yang disebut Kiai Semar. Patung ini kata dia, bisa berpindah tempat dengan sendirinya. Diruang tamunya, Soerya memajang patung-patung harimau. Patung itu merupakan, harimau yang sudah sudah dimasukkan ke air keras. Ada juga kulit harimau yang dibuat sebagai taplak meja dan sandaran kursinya. Barang-barang anting dirumah Soerya memang cukup banyak.

Dia bercerita, asal barang-barang tersebut sudah dari berbagai daerah dan negara. Selain itu, barang barang berharga itu ada juga dari luar negeri, seperti dari Jepang, Cina dan Eropa. Barang-barang itu kata dia ada yang dibeli dan ada juga dikasih relasi-relasinya.

Ada juga patung didekat pintu masuk rumahnya. Ukurannya besar dan berwarna hitam, yang menurut cerita anak buahnya diambil dari Jawa. Menurut anak buah Soerya, dua patung itu harganya 120 juta.

Ditemani anak buahnya, ahli barang antik, Soerya memperlihatkan barang-barangnya yang agak unik. Ada satu patung kecil berbentuk kerbau, yang panjangnya sekitar 30 cm dan tinggi sekitar 20 cm, beratnya sekitar 70 kg.

Barang antik itu warnanya abu-abu. Walau berwarna abu-abu, barang antinya itu terbuat dari batu giok. "Kalau dikikis terus, warna aslinya akan keluar, karena itu terbuat dari batu giok," jelasnya.

Selain itu, ada juga barang antik, berbentuk piring besar yang diletakkan diatas meja tamunya. Diatasnya ada batu giok bentuk mangkok yang tertutup, dan didalamnya ada batu giok juga. Batam News yang mencoba mengambil fotonya, kamera yang dipergunakan jadi macet.

Namun saat batu giok penutupnya dipasang kembali, kamera kembali bisa digunakan untuk mengambil foto. Tapi batu didalamnya tidak bisa diambil. "Kalau bisa, berarti tidak diijinkan," kata Soerya.

Terkait dengan keamanan, Soerya sendiri tidak khawatir dengan tangan jahil yang siap mencuri barang antiknya. Apalagi, selain satpam yang jumlahnya puluhan orang yang setia menjaga rumahnya, 24 jam, kamera CCTV juga terpasang disetiap sudut ruangannya.

"Aku santai saja, tidak perlu khawatir dengan keamanan barang antiknya. Lihat saja ditiap sudut atas. Tiap pagi, saya selalu memutar kaset CCTVnya," ujar Soerya sambil menunjukkan kamera CCTV yang terpasang ditiap sudut rumahnya.

Disela-sela kegiataannya itu, beberapa orang warga datang pada waktu yang berbeda. Mereka diantaranya warga dari ruli di seberang Perumahan Duta Mas. Ada yang mau silaturahmi, mengeluh soal kekurangan biaya hidup, hingga yang sekedar meminta bantuan sembako. Soerya juga menerima mereka dengan tangan terbuka.

Dia juga terlihat tidak kerepotan, karena ternyata dia sudah menyiapkan sembako. Sembako-sembako itu disimpan diruang bawah tanah rumahnya. Ratusan bungkus sembako disiapkan untuk warga yang mengaku membutuhkan bantuan sembako.

"Kalau ibu-ibu, kadang saya sembako, kadang juga duit. Tapi kalau bapak-bapak yang datang, saya kasih sembako saja. Nanti dikasih duit, bisa disalah gunakan," cerita Soerya sambil berjalan menuju tempat tumpukan sembakonya.

Pengakuan Soerya, sekali satu atau dua bulan, dia selalu mengisi ruang bawah tanahnya itu dengan sembako. "Kita tidak pernah membiarkan kosong, nanti takut ada warga yang datang, sembako tidak adam," katanya.

Selesai bersih-bersih koleksi barang antiknya, sekitar pukul 09.15 WIB, Soerya menuju taman disekeliling rumahnya. Ternyata disana sudah ada sekitar enam orang ibu-ibu yang bekerja untuk membantu merawat dan membersihkan rumput-rumput disekitar tanamannya. Para pekerja itu petugas kebun freelance.

Sementara sebagian pekerja lainnya, seperti petugas keamanan disiapkan mess, di dekat rumah Soerya. Soerya juga terlihat sangat dekat dengan ibu-ibu itu. Soerya juga memanggil pegawai lainnya, seperti kepala tukangnya dan seorang petugas bersih-bersih. Kepala tukangnya ini mantan TKI yang direkrutnya. Satu lagi mantan karyawan yang stres karena di PHK dan sempat gila.

"Sekitar 4 tahun lalu, di ngambil-ngambil sisa makanan di ditempat tong sampah. Kebetulan kulihat, jadi saya ajak kerumah. Dia kami obati, tapi belum sembuh total. Minta foto dulu mereka, katanya mereka mau ngirim keorang tuanya dikampung," ujar Soerya sambil mengajak semua petugas tamannya (kebun-istilah Soerya) berfoto bareng.

Setelah selesai, sekitar pukul 12.30 WIB, Soerya masuk rumah untuk mandi dan makan siang karena pukul 14.00 dia harus ke kantor DPD Partai Golkar Provinsi Kepri. Sesampainya di kantor PDIP, dia disambut fungsionaris lainnya, seperti Jumaga Nadeak dan Kholiq. Mereka menuju lantai II, tempat ruangannya, Ketua DPD.

Sebelum memimpin rapat pengurus DPD dan panitia, Soerya lebih dulu menandatangani kartu peserta Rakerda. Selanjutnya dia menuju lantai III, ruang rapat panitia Rakerda. Hadir dalam kesempatan itu, sejumlah penitia dan pengurus DPD, seperti Sahat Sianturi, Jumaga dan Kholiq.

Sekitar hampir 2 jam disana, Soerya kembali kerumahnya dengan menggunakan mobil pribdinya ditemani pengawalnya. Dirumah, Soerya kembali melanjutkan aktivitasnya, berkebun dan mandi. Sekitar pukul 16.30 WIB sudah berpakaian rapi, layaknya orang mau keluar rumah. Namun kali ini Soerya mengaku tidak keluar malam.

Pasalnya, sekitar pukul 17.30 WIB, dia harus menerima kunjungan Wakil Bupati Lingga Saptono, Ketua DPRD Lingga, Alias Welo dan anggota DPRD Lingga, yang juga Ketua DPC PDIP Lingga, serta mantan Walikota Batam, Nyat Kadir.

Sesuai dengan rencana, Saptono dan Alias Welo datang ditemani Ketua DPC PDIP Lingga. Namun Nyat Kadir tidak terlihat. Nyat Kadir yang rencananya akan ikut bersama tidak bisa bergabung karena pesawatnya baru tiba di Jakarta dari Kalimantan Timur, sekitar pukul 21.00 WIB.

Melalui ponselnya, Nyat Kadir mengabarkan kalau dia berhalangan hadir. Karena sudah malam dan pesawat tidak ada, Nyat Kadir tidak bisa mengikuti pertemuan silaturahmi itu. Hingga sekitar pukul 23.00 WIB, Soerya dan rekan-rekannya ini ngobrol dan diskusi.

Pertemuan itu terasa hangat dengan obrolan lepas. Soerya mengambil dua cerutu, masing masing untuk dia dan Saptono. Mereka bercerita tentang persahabatan antara Saptono dan Soerya. Saptono menceritakan kenangannya, saat naik haji bersama Soerya. Saptono menceritakan saat ada preman di Arab ingin memalak dia.

"Aku sudah takut dan aku tidak beranjak dari tempatku berdiri. Aku lihat pak Soerya belum datang. Padahal aku sudah dipanggil-panggil preman itu. Saat pak Soerya, saya langsung berdiri dibelakangnya. Pak Soerya malah menantang mereka, dan preman-preman itu lari," kata Saprono.

Ngobrol bersama Soerya malam itu, diakhiri dengan pembahasan soal politik di Lingga, yang saat ini lagi hangat-hangatnya. Mereka bicara pembangunan dan konstalasi politik di Lingga, hingga konstalasi politik di 2009.

Sekitar pukul 24.00 WIB, Saptono dan rekan-rekannya meninggalkan rumah Soerya. Batam News yang sudah sejak pagi menemani Soerya juga beranjak untuk pamit, karena Soerya juga sudah bersiap untuk naik ke kamar tidurnya di lantai 3. Tapi sebelum naik, dia lebih dulu mengambil buku dari rak buku dilantai 1.

"Biasa, mau tidur harus baca dulu. Diatas ada tempat buku, tapi sekali-sekali buku dari lantai dasar juga dibawa untuk dibaca," ujar Soerya sambil menyalami dan mengucapkan terima kasih kepada Batam News.

Comments