Memasuki Tahunnya Penjilat


Tidak satu alat tajam atau senjata pun yang digenggam dua pria yang duduk diwarung, dekat pelabuhan Ferry Tanjungpinang. Tapi topik pembicaraannya agak "seram", karena mereka bicara "perang". Tapi bukan perang, seperti perang nan jauh di negara lain. Ini soal perang politik pilkada Kepri. Pembicaraan kedua pria yang berpakaian necis itu sudah berlangsung saat TePe tiba.
"Cak nak perang kita negeri kita ni. Di Jakarta perang KPK dengan Polisi. Ikutan pula DPR tak jelas. Di Kepri, perangnya isu," kata Edo seolah-olah seperti seorang pengamat, sambil melihat Doyon.
Doyon yang diajak bicara hanya melihat sambil mengambil rokok putihnya. "Sebentar bilang bapak itu sudah tersangka. Sebentar bilang, tinggal nunggu waktu," sambung Edo.
"Belum panas Do. Partai-partai juga masih diam aja. Seperti tak ada kejadian. Penjilat masih dibiarkan berkeliaraan," kata Doyon menanggapi.
"Bukan gitu teman. Kayak perang isu aja. Tak jelas semua. Mainnya sampai ikutan orang Jakarta. Lama-lama, orang Jakarta yang ngatur di Pilkada," ujar Edo.
"Nggak ngerti cara main orang ini. Kalau mau main gitu, jangan isu. Harus yang nyata. Kalau langsung dibantah, kan menang yang diisukan," tegas Edo.
Sambil menghembuskan asap rokoknya, Doyon menyambut. "Namanya politik. Semua orang bisa beda strategi. Bisa juga diatur untuk dapat simpati," kata Doyon dengan sedikit cuek.
Mendengar Itu, Edo langsung memotong. "Mengatur gimana? Mana bisa diatur KPK salah ucap. Emangnya temanmu yang kemarin. Menjilatpun dilakukan yang penting dapat seratus ribu," kata Edo dengan nada tinggi.
Walau mendapat serangan, Doyon tetap tenang menanggapi. "Ah, kok jadi kita ngurusi orang. Penting, kita cari penginapan dulu. Bapak ini kayak tim sukses aja. Kita lihat aja nanti. Kita sibuk, yang lain menjilat seperti pahlawan, hanya untuk duit sejuta," ujar Doyon.
"Iya sih. Tapi kan tak salah bincang itu.
Lagian siapa tahu kita bisa ambil peran. Mulai sekarang sampai tahun depan, kan tahunnya penjilat. Kita ini memasuki tahunnya penjilat. Kalau mau dapat uang lewat proposal, menjilat aja terus," tegas Edo.
"Ya udah, bayarlah dulu kopi itu. Nanti aku bayar ongkos," cetus Edo, sambil beranjak.(mbb)

Comments