Sebelum Ketuk Palu


Setelah memarkirkan mobilnya yang sudah tergolong butut, Murdin berjalan ke Warung Kopi Ramai, di Bintan Centre. Ditangannya ada koran Tanjungpinang Pos. Dia menghampiri meja dan mengambil tempat disamping TePe. Murdin mengambil tempat disamping TePe karena kursi penuh dan dua tiga temannya duduk dikursi panjang satu meja TePe. "Minjam apinya bang," ujar Murdin ke TePe (emang duit, pinjam).

"Kenapa lesu pak Mur? Pesanlah minum, baru kita bincang," kata ujang sambil mengambil koran diatas meja.

Murdin tidak langsung menanggapi Ujang. Dia memilih mengisap rokoknya sebelum akhirnya berujar. "Pesanlah dulu kopi itu. Minum yang agak pahit dulu," kata Murdin dengan tenang.

Andi yang duduk bersama Murdi dan Ujang mulai angkat bicara. Sambil menggeser gelas dan mengambil bungkus rokok didepannya, dia berujar soal berita dikoran hari itu. "Betul tak, bapak gubernur jadi tersangka?," kata Andi.

"Tak tau juga. Kita juga baru baca dikoran sekarang. Tadi malam tak lihat tv. Mati lampu, jadi tidur. Tapi tadi di tv tak ada beritanya," kata Mur.

Ujang yang dari tadi memegang koran langsung menyambar. "O...jadi Mur lesu karena itu. Apa belum dapat bantuan UKM," kata Ujang tertawa dan berujar, hanya becanda.

Ujang melanjutkan. "Sebelum ketuk palu, jangan risau saudaraku. Gelap tak berarti malam. Kan masih tersangka. Itupun kalau tak salah sebut korannya. Masih banyak kemungkinan," ujar Ujang.

"Pantas kurang gairah Pilkada kita ini. Tak seru. Seperti tak nak mau Pilkada. Tak ada berani," sambung Andi, yang langsung dipotong Mur.

"Jangan liat seru atau tidak. Aku ini belum sarapan maka tak gairah. Penting, kita bisa mendapat gubernur yang baik dan pegang janji. Lampu kita jangan mati-mati dan air tak bau selokan," kata Mur.

Eh, sebatang dulu ya. Kata Andi sambil mengambil lagi rokok putih diatas meja mereka sambil berkata. "Sudahlah saudaraku. Perut itu dulu diisi baru bicara politik. Habis isi perut, baru tarik asap rokok," katanya sambil tertawa terbahak.(mbb)

Comments