Tinggal mau diapakan Hasil Migas

Tinggal Mau Diapakan Hasil dari Migas Itu



Industri hulu minyak gas (migas), menjadi andalan utama penerimaan negara, yang kemudian dana bagi hasil (DBH) masuk ke kas daerah di Kepri. Tidak hanya Natuna sebagai daerah penghasil, pemerintah Provinsi hingga kabupaten/kota lainnya di Kepri, menikmati yang hasil Migas dari Natuna.


Pemerintah daerah sendiri tidak menampik arti besarnya pengaruh DBH Migas untuk APBD. Setiap tahun, Natuna sebagai daerah penghasil menikmati dana lebih besar dari DBH. Pada tahun 2011 ini, sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 69/PMK.07/2011 tentang perkiraan alokasi DBH SDA dan Migas, Provinsi Kepri mendapatkan total DBH Migas 2.342.514.457.000. Dana itu diperoleh dari minyak bumi sebesar 1.314.075.496.000 dan dari gas bumi sebesar 1.028.438.961.000.

Sebagai daerah penghasil, Natuna mendapatkan DBH terbesar, Rp618.429.952.000. Nilai itu telah mendongkrak APBD Natuna pada tahun ini. Kondisi yang sama juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Dan tidak hanya Natuna, pemerintah Kepri bersama kabupaten/kota juga mendapat implikasi dari DBH Migas itu. Dimana, pemerintah Kepri mendapat Rp 500.626.299.000.

Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan daerah pemekaran Natuna memperoleh dana lebih kecil kabupaten induknya, namun lebih besar dari kabupaten/kota lainnya di Kepri. Dimana, Anambas Rp408.250.671.000, Bintan, Karimun, Batam, Tanjungpinang dan Lingga masing-masing memperoleh Rp163.041.507.000.

Nilai DBH yang tidak sedikit bagi provinsi yang jumlah penduduknya sekitar 1,69 juta jiwa pada tahun 2010.
Termasuk untuk Natuna yang jumlah penduduknya sekitar hanya sekitar 67 ribu jiwa. Namun, dibandingkan dengan hasil eksplorasi migas di Natuna, persentasi DBH itu tidak besar.

Pemerintah Natuna sendiri perlu memanfaatkan dengan baik DBH Migas untuk kepentingan pembangunan. Infrastruktur harus terus dibangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mencapai visi kabupaten Natuna. Kedepan, Natuna pemasukan untuk Natuna, setelah dua blok Migas lagi di Natuna akan dikelola.

"Jangan sampai, bagi hasil besar, namun pembangunan sedikit. Sekarang, tinggal mau diapakan uang migas itu di daerah," ucap Wakil Ketua Komisi XI, DPR RI, Harry Azhar Azis, Kamis (19/5).

Disamping itu, perlu pengelolaan dana bagi hasil itu di Natuna, Anambas dan daerah lain di Kepri. Perlu pengawasan pengelolaannya. Kepri mendapatkan dana bagi hasil, namun tinggal mau diapakan uang itu di daerah. Pada dasarnyta, pembangunan fisik dan kesejahteraan masyarakat tidak banyak berubah. "Memang ada pembangunan masjid, tapi infrastruktur lainnya, seperti pelabuhan tidak mengalami perubahan," kata Harry.

Secara langsung, BP Migas tidak bertanggungjawab atas penyalahgunaan DBH dan pengelolaan CSR di Natuna. Namun, pengelolaan dana dari kegiatan hulu migas, perlu dilakukan lebih baik. "Jangan sampai kekayaan Natuna hanya dinikmati segelintir orang," katanya mengingatkan.

Diakui, saat ini, pendidikan gratis di Natuna sudah dinikmati mulai SD, SMP hingga SMA. kemampuan itu tidak lepas dari dana bagi hasil Migas, hasil yang diperoleh Natuna. Natuna sebagai penghasi Migas mendapatkan bagi hasil yang lebih besar dan lebih dari 70 persen dari APBD-nya.

Belum ditambah dengan bantuan dana CSR yang diterima masyarakat. Hanya, diharapkan ada peningkatan besaran dana CSR. "Dana CSR sangat membantu masyarakat. Namun, nilainya tidak besar, tidak lebih dari 1 persen," ungkapnya.

Disisi lain, diakui beasiswa untuk anak-anak Natuna juga semakin banyak. Saat ini infrastruktur di Natuna sudah semakin baik. Jalan juga sudah makin baik.Namun kebutuhan masyarakat tidak sekedar itu. Seharusnya, ada sekolah atau lembaga pendidikan dan sejenisnya yang terkait dengan aktivitas hulu migas.

Masyarakat membutuhkan ketrampilan untuk terlibat dalam eksplorasi di kegiatan hulu migas. Peran pemerintah dalam mendirikan sekolah atau perguruan tinggi yang memberikan pendidikan terkait pertambangan dan perekonomian.

"Pendidikan gratis dan beasiswa sudah makin banyak. Tapi, maunya ada sekolah yang terkait dengan pertambangan di Natuna-Anambas," katanya.

Menurut Wakil Gubernur Kepri, HM Soerya Respationo, rendahnya DBH Migas tidak terlepas dari kebijakan ekonomi pusat didaerah. Pengembangan wilayah dilakukan sesuai prinsip desentralisasi, namun tidak diikuti desentralisasi fiskal. Dia menilai, perlu keadilan bagi hasil yang lebih baik dari DBH untuk Kepri dan Natuna.

"Pembangunan regional, baik infrastruktur, struktur pasar, pola pembiayaan, tehnologi dan SDM, masih harus didesain," katanya.

Tidak sekedar DBH, kehadiran BP Migas di hulu migas Kepri kini mulai punya dampak secara luas bagi masyarakat. Multiplier effect kegiatan hulu migas sudah mendorong pemberdayaan masyarakat Kepri, khususnya di hulu migas. Mulai dari pendidikan gratis, berobat gratis dan pengembangan ekonomi masyarakat.

Disisi lain, pengusaha lokal yang perlu menangkap pengelolaan Migas do Natuna untuk berperan dikegiatan hulu migas. Kegiatan ekonomi yang mendukung aktivitas hulu migas, baik kegiatan transportasi, dan lainnya.

Peluang itu juga semakin besar berangkat dari komitmen BP Migas dalam memberdayakan pengusaha lokal, koperasi dan lainnya. "Itu potensi yang lahir sebagai multiplier effect kegiatan hulu migas. Tinggal bagaimana menangkap dan memanfaatkan peluang itu," harap Soerya.

Pemerintah Kepri sendiri mendorong pengembangan masyarakat melalui kontraktor kontrak kerja sama (KKS). KKS diarahkan untuk pembuatan rumah layak huni untuk masyarakat miskin di daerah sekitar operasi perminyakan.percepatan pembangunan lewat bantuan dana bergulir. Mendorong peningkatan ketrampilan masyarakat melalui pelatihan.

"Kembali, bagaimana memanfaatkan ketrampilan untuk menangkap peluang kegiatan usaha di hulu migas," ujarnya.

BP Migas Dibalik Sukses Batam Saat Ini

Keberadaan BP Migas tidak hanya berimplikasi pada peningkatan bagi hasil yang diterima pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Kepri. Batam menikmati lebih dari itu. Sebagai kota industri, yang membutuhkan ketersediaan listrik dengan daya besar, mampu memenuhi kebutuhannya.

BP Migas mampu mendorong perkembangan Batam melalui pengoperasian pembangkit listrik dengan menggunakan gas. Bukan tanpa alasan kebutuhan gas yang dialokasikan BP Migas untuk Batam sangat vital. Mengingat industri Batam menggunakan Gas untuk menghidupkan listriknya.

Tidak ditampik, sukses Batam sebagai kota industri tidak lepas dari peran BP Migas. Saat krisis listrik sempat terjadi beberapa tahun lalu, komunikasi antara BPMIGAS, Conocophillips , PLN dan PGN, mampu mengatasi masalah tersebut.

"Gas yang didistribusikan BP Migas merupakan kebutuhan utama menggerakkan pembangkit listrik di Batam. Tidak ditampik, BP Migas salah satu pihak dibalik sukses Batam saat ini," ucap Donal, pengusaha yang salah satu bidang usahanya bergerak dibidang distribusi gas ke kawasan industri di Batam dan Bintan.

Pasokan gas ke Batam akan menentukan kelancaran aktivitas masyarakat hingga industri. Tidak hanya PLN Batam, pembangkit listrik dikawasan industri juga mengandalkan ketersediaan gas total quota gas untuk PLN. "Kalau pasokan gas berkurang, tidak hanya masyarakat yang mengalami pemadaman bergilir. Industri akan mengalami gangguan dan terjadi biaya tinggi," imbuhnya.***

Tulisan sebelum diedit

Comments