‎Dinda mau hadiah apa?

‎Dinda mau hadiah apa?
- Penggalan Kisah Sani-Soerya Menjabat

"Dinda, kita sudah menang. Dinda mau hadiah apa?," kata Sani kepada Soerya Respationo.

Perbincangan itu berlangsung, antara HM Sani dan Soerya Respationo, saat keduanya masih sama-sama menjabat di Pemerintahan Provinsi Kepri. Saat itu, Sani menjadi Gubernur dan Soerya menjabat Wakil Gubernur Kepri. Perbincangan itu berlangsung, setelah Mahkamah Agung, memenangkan gugatan Pemerintah Provinsi Kepri, atas peraturan Mendagri, yang menetapkan Pulau Berhala sebagai bagian Jambi.

Diantara kesibukan Sani dan Soerya selama memimpin Kepri, status kepemilikan Pulau Berhala, merupakan moment penting, kepemimpinan keduanya. Kenangan itu kembali diingatkan Soerya Respationo, setelah mantan pasangannya, HM Sani berpulang, berberapa waktu lalu.

‎Banyak cerita suka duka yang dialami keduanya, dalam menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun. Banyak moment yang sulit dilupakan. Namun namun dalam perbincangan dengan awak media, Batam Pos Group, cerita Pulau Berhala, paling sering disebut Soerya.

Bagi Soerya, dia melihat kebahagian Sani terlihat lebih, dibanding moment-moment lainnya. Bahkan, Sani sampai menawarkan Soerya untuk memilih hadiah yang diinginkan. Sani menawarkan hadiah, bukan hanya karena tim Kepri untuk menggugat Mendagri dipimpin Soerya. Sani bersama Soerya berhasil menjaga marwah Kepri, atas Pulau Berhala.

Tentunya, jika Pulau Berhala gagal direbut dari tangan Jambi, maka diperkirakan, kepemimpinan keduanya akan dipertanyakan dalam menjaga keutuhan daerahnya. Tawaran hadiah disampaikan Sani ke Soerya, saat keduanya bersama sebagaian pimpinan SKPD Kepri, sedang di Lingga, sebagai kabupaten yang membawahi Pulau Berhala.

"Waktu menang di Mahkamah, pak sani tanya. Dinda, mau hadiah apa?," tanya Sani kearah Soerya dibawah tenda masjud di Lingga.

Soerya yang saat itu sedang bahagia dengan kemenangan di MA itu, menjawab sambil bercanda. "Kalau bapak mau kasih hadiah, saya ingin bapak merokok satu batang,"jawab Soerya sambil bergurau.

Walau bergurau, ternyata karena saat itu Sani sedang senang-senangnya, dia mengambil satu batang rokok dihadapan Soerya. Kemudian Sani-Soerya dan rombongan Pemprov tertawa lepas. "Pada hal pak Sani tidak merokok. Tapi saking senangnya, beliau sampai merokok. Itu kejadian yang tidak bisa saya lupakan. Saat itu, kita sangat senang dan bahagia menang di MA dan lucu dengan perayaan kemenangan itu. Saya ingat, saat itu pakai baju koko," cerita Soerya.

Soerya mengaku, memahami kebahagiaan Sani atas kemenangan di MA itu. Bagaimana tidak, sebelum menggugat ke MK, antara Sani dan Soerya berlangsung komunikasi yang agak tegang. Saat itu, Sani awalnya enggan untuk menggugat keputusan Mendagri. Berbeda dengan Soerya yang ingin menggugat.

"Pak sani bilang, tunggu dulu dinda. Saya ini birokrat, masa saya menggugat Mendagri," sambung Soerya.

Atas alasan itu, Soerya memahami alasan Sani. Dimana, Sani merupakan birokrat yang sebagian besar menjalani hidupnya dilingkungan itu. Namun, disisi lain Soerya mengaku yakin akan menang jika menggugat. Hal itu didasarkan kajian dan data yang dimiliki pemerintah Kepri.

"Lebih setengah hidup beliau di birokrat. Kita di politisi itu berbeda. Saya bilang, kalau kita gugat, pasti menang. Pak Sani bilang, tidak," katanya.

Akibat perbedaan pendapat dengan cara pandang menyikapi situasi saat itu, diakui jika mereka sempat 'ribut'. Namun kemudian ada titik temu. Sani akhirnya terbuka alasannya enggan menggugat Mendagri. Sani enggan menggugat Mendagri, karena sunkan menggugat atasannya. Atas itu sinyal Sani itu, kemudian tim Pemprov dibawah pimpinan Soerya yang ditunjuk Sani, komunikasi dengan Mendagri saat itu.

"Kalau adinda berani ngomong sama mendagri, silahkan," beber Soerya mengulang pernyataan Sani.

Panggilan dinda ini memang menjadi panggilan yang sering juga disering di dengar Sani saat memanggil Soerya. Panggilan yang yang sesungguhnya, menggambarkan kedekatan antara Sani dan Soerya. Walau pada Pilkada sebelumnya, keduanya bertarung dengan pasangan masing-masing.

Terkait kedekatan dan awal mula keduanya berpasangan, Soerya menceritakan peran Said Agil. "‎Pertama saat itu yang menjadi mak coblang, Said Agil," cerita Soerya terkait pesan pejabat Pemprov Kepri.

‎Rencana untuk berpasangan tergolong mulus, walau dalam istilah Soerya, mereka ibarat dua kali ijab kabul. Saat itu, Sani masih menjabat Wakil Gubernur Kepri. Sementara Soerya masih menjadi Wakil Ketua DPRD Kepri.

Sebelum kesepakatan pertama untuk berpasangan, Said Agil menemui Soerya di kediamannya. Kemudian mereka melakukan pertemuanan di kediaman Lis Darmansyah, yang saat itu menjadi anggota DPRD Kepri, di Tanjungpinang.

"Awalnya hampir deal. Sudah ada kesepakatan-kesepakatan. Tapi deal seratus persen, diruang kerja Kadispar Batam, Guntur Sakti," cerita Soerya.

Saat itu, di Pemko Batam, ada saksi beberapa pejabat Pemko Batam. Diantaranya, Buralimar, Guntur Sakti, Martin, Murmis dan Agussaiman. Awalnya, Sani mengajak ketemu di Graha Kepri. Namun, kemudian disepakati di Pemko Batam. "Tidak enak, karena pak Ismeth (Ismeth Abdullah Gubernur Kepri saat itu), kantornya disitu," sambung Soerya.

Saat itu diakui, sempat ada kekhawatiran Sani, jika nama diusulkan ke Megawati, Ketua Umum PDI Perjuangan, akan memutuskan Soerya sebagai calon Gubernur. Namun Soerya meyakinkan Sani, jika dirinya bilang siap Wagub, maka yang akan dipegang Sani, dirinya hanya mau jadi Wagub. Komitmen itu yang kemudian menjadikan keduanya berpasangan.

Saat itu juga mereka sepakat dan juga mengatakan, agar pejabat pemko Batam diruangan Guntur Sakti saat itu, akan ikut mereka ke Pemprov Kepri, jika menang. Setelah keduanya terpilih dan memimpin, Sani-Soerya menjalankan pemerintahan, dengan dinamika yang ada.

Diakui, selama memimpin, banyak keputusan yang diambil terkait pembangunan, melalui perdebatan keras dan panjang. Namun diantara kebijakan mereka yang belum terealisasi, terkait dengan pembangunan Dompak. Semasa memimpin, Sani dan Soerya menargetkan Mei 2016, pembangunan selesai dan 1 Juni 2016 diresmikan.

Saat ditanya terkait kominikasi dengan Sani selama memimpin, Soerya mengaku berjalan baik. Keduanya diakii, tidak pernah tidak cakapan. Walau dalam beberapa rapat, harus bersikeras dengan pendapat masing-masing. Apa lagi keduanya sama-sama keras dengan pendapat masing-masing.

"Tapi kita tidak pernah tidak cakapan. Pokoknya kalau ketemu, pasti cakapan," ujar Soerya.

Saat ditanya kemudian hingga akhirnya mereka berpisah di Pilkada tahun 2015, diakui lebih karena kondisi. Saat itu, keduanya sepakat jalan masing-masing, karena rancangan undang-undang Pilkada sebelum diubah. Dimana, sempat keluar rancangan ‎UU, yang menyebut tidak ada Wagub dipilih di Pilkada. Kemudian di MK, akhirnya dikembalikan.

"Sempat juga muncul PNS yang jadi wagub. Saya ingat waktu itu, diruang pak Jumaga Nadeak, saya tanya bagaimana kita pak? Pak sani bilang, tidak apa dinda, kita masing-masing, tidak apa," kata Soerya menirukan jawaban Sani.

Soerya membantah kalau hubungannya dengan Sani tidak harmonis. Dia menilai, isu itu dihembuskan orang-orang tertentu. Yang benar misalnya, hubungan saya dengan pak Sani, baik. Soal perbedaan sikap, itu biasa. Suami istri aja ada perbedaan. Tapi perbedaan itu tidak sampai menimbulkan perceraian diantara keduanya.

"Saya sama pak Sani sama-sama keras. Misalnya, saya bilang, pak, saya tidak setuju itu. Kemudian, pak sani bilang juga, saya tidak setuju. Tapi akhirnya masing-masing putar otak, biar ada titik temu," cerita Soerya.

Hanya saja, disebut Soerya, kadang-kadang media nakal. Biar menarik, sani-soerya pecah. Tapi bukan pecah. Hanya beda pendapat. Waktu Sani berobat di Jerman, diakui Soerya, ada juga yang berpikiran, Soerya akan mengkudeta.

"Pada hal, pak Sani yang buat SK. Orang pak Sani pulang, saya yang menerima di Gedung Daerah. Bukan tipe saya menelikung,"cetusnya.

Sama halnya saat Sani meninggal. ‎Banyak orang yang disebut bilang, Soerya tidak akan datang. Pada hal,dirinya yang paling cepat datang ke Tanjungpinang. Dirinya sudah ke Tanjungpinang, sekitar pukul 06.30 WIB. Padahal dihari yang sama, ada Rakerda PDIP Kepri di Batam.

"Saya juga kabarin ke bu Mega dan bu Mega bilang, minta dibuat papan bunga. Kita ini, tahu, kapan kita berperang, kapan kita bersosialisasi dan lain," imbuh Soerya mengakhiri.‎

Terkait dengan sosok Sani dan Soerya, dinilai Oktavio Bintana, secera positif. Pasca Pilkada Kepri, Oktavio Bintana menilai jika Soerya menjadi tokoh penyeimbang dalam perjalan pembangunan Kepri."Kita apresiasi kedua tokoh. Sayang pak Sani sudah meninggalkan kita. Tapi kini ada pak Soerya," harap Vio.(mbb)

Comments