Ikan Naik Kelas Jadi Oleh-oleh

Geliat Perubahan Nelayan KBA di Kota Industri Batam
‎- Ikan Naik Kelas Jadi Oleh-oleh

Meski hidup di kota industri, namun masyarakat yang tinggal di bibir pantai Batam tidak mengubah kehidupan mereka dari nelayan tradisional. Tidak bisa dibiarkan terus begitu, PT Astra pun turun tangan membantu mereka.
Laporan, Martua P Butarbutar, Batam
WARGA kampung tua ini bertahan dengan membelakangi darat dan menghadap laut. Kini, cara memanfaatkan hasil melaut mulai berubah. PT Astra melalui program Kampung Berseri Astra (KBA) perlahan-lahan mengubah cara pandang nelayan di l sana dalam memanfaatan hasil melaut. Program KBA telah mendorong keluarga nelayan memanfaatkan potensi ekonomi kelautan melalui usaha restoran dan wisatawan. Usaha kuliner pun dibangun.
Saat warga Batam, termaksud warga di Kecamatan Sei Beduk, menjalankan rutinitas di industri galangan kapal (shipyard) dan industri elektronik, tidak demikian dengan warga kampung tua Tanjungpiayu Laut, Sei Beduk. ‎Penduduk Melayu tempatan, yang secara turun temurun hidup dan tinggal dibibir pantai Tanjungpiayu Laut, memilih bertahan sebagai nelayan.
Mereka menjalani kehidupan sederhana dipinggiran Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Di kecamatan ini, berdiri dua kawasan industri terbesar di Batam, tepatnya Kelurahan Mukakuning, Batamindo Industrial Park dan Panbil Industrial Park, dengan puluhan ribu karyawan. Di dua kawasan itu, ada dua mal dan plaza, Panbil Mal dan Batamindo Plaza.Di kampung tua Tanjungpiayu Laut, hidup 98 kepala keluarga (KK) atau sekitar 200 jiwa nelayan itu.
Mereka tinggal di rumah yang mayoritas rumah panggung berbahan kayu. Tiang rumah sebagian berdiri dengan terendam air laut. Kehidupan warga Melayu tempatan yang sederhana ditengah pertumbuhan industri dan parawisata.
Walau berdekatan dengan kawasan industri dan mal, namun warga di kampung tua Tanjungpiayu Laut, tetap memilih jadi nelayan. Tidak hanya kaum pria, pemenuhan kebutuhan hidup, mendorong istri para nelayan, ikut berjibaku dengan ombak di laut Provinsi Kepri. Tidak sekedar laut seputaran Tanjungpiayu. Mereka menjelajah hingga ke dekat laut Kabupaten Bintan dan laut Selat Malaka.
Berangkat dari bibir pantai Tanjungpiayu Laut yang dipenuhi pohon kelapa,  mereka mengayuh asa, untuk mendapat banyak ikan. Namun belakangan, hasil nelayan tangkap terus menurun. "Laut itu hidup kami. Tapi memang, hasil tangkapan mulai menurun," kata Ketua RT 01, Tanjungpiayu Laut,  Abdurahman atau akrab dipanggil David, yang berprofesi nelayan, saat ditemui diteras rumahnya, Sabtu (8/12/2018).
Aktivitas reklamasi dan kegiatan industri shipyard dan kapal di perairan Batam, membuat wilayah nelayan menangkap ikan, semakin terbatas. Tidak hanya itu, peralatan nelayan untuk menangkap ikan juga terbatas, karena kemampuan ekonomi. Mereka berharap bantuan pemerintah. Terakhir, sekitar tahun 2015 mereka mendapat bantuan dari pemerintah. Bantuan itu berupa alat tangkap berupa jaring, bubu, tali, kawat, mesin ketinting, mesin 15 PK, berikut kapal nelayan.
"Bantuan itu dari Pemko Batam. Tapi tiga tahun terakhir, tidak pernah diterima lagi," beber David ini,
Hasil melaut itu yang kemudian dijual ke pasar tradisional dan restoran di sekitar perkampungan warga.Warga yang awalnya sekitar tahun 2006 sempat protes, saat satu restoran seafiod, beroperasi disana. Nelayan khawatir, limbah restoran akan mengganggu kehidupan ikan di perairan Tanjungpiayu.
Namun, lambat laun, seiring berjalan waktu, warga mulai menerima kehadiran restoran dan pengunjung. Penerimaan warga atas restoran juga tidak lepas dari komitmen pengelola restoran seafood, membeli ikan hasil nelayan.
Ikan hasil tangkapan dan budidaya ikan nelayan sebagian dijual ke restoran seafood. Khususnya yang masih hidup. Sementara ikan yang sudah mati, dijual ke pasar Bidaayu dan pasar Pancur Sei Beduk. "Tapi hasil tangkapan sudah sedikit," bebernya.
Aktivitas restoran dan wisman, sedikit banyak membantu perekonomian warga. Kini, di Tanjungpiayu Laut, sudah ada belasan restoran seafood, baik dalam proses pembangunan dan yang sudah eksis beroperasi. Seperti Love Restaurant Seafood, Ki Seafood, 777 Seafood, ‎Melayu Jawa Seafooda, Piayu Seafood Restaurant dan lainnya.
Hanya saja, para nelayan dihadapkan pada kenyataan, hasil tangkapan semakin berkurang. Berbanding terbalik dengan pembangunan restoran seafood semakin banyak. Artinya, pasar ikan hasil tangkapan nelayan semakin luas, tapi hasil tangkapan menurun. Kondisi ini membuat perekonomian nelayan semakin melemah.
Saat semangat melaut menurun dan perekomomian nelayan semakin melemah, PT Astra Internasional Tbk, hadir empat bulan lalu atau Agustus 2018. Astra hadir dengan membawa program Kampung Berseri Astra (KBA). Seberkas harapan atas peningkatan kehidupan ekonomi warga lahir.
Istri-istri nelayan yang biasanya ikut melaut, saat cuaca mendukung, menyambut program KBA. Walau membuat makanan ringan sudah dilakukan warga, sebelum program KBA, namun kegiatan itu baru sebatas mengisi waktu luang. Atau saat ibu-ibu warga Tanjungpiayu Laut, belum berlayar bersama suami masing-masing.
Kini, kehadiran KBA secara lambat laun, mengubah aktivitas ibu-ibu di Tanjungpiayu Laut. Mereka kini lebih serius dalam menjalankan usaha rumah tangga, dibawah binaan KBA Tanjungpiayu Laut. Restoran-restoran, kini tidak hanya menerima ikan hasil tangkapan nelayan. Juga makanan ringan atau usaha kuliner warga.
Nelayan biasanya menjual ikan yang masih hidup ke restoran seafood. Seperti gonggong, kerang, udang, lobster, renjongan dan lain. Sementara ikan mati, dijual ke pasar Bida Ayu atau Pasar Pancur, yang berjarak sekitar 2 km dari Tanjungpiayu Laut.
Kini, setelah menjadi KBA, ikan-ikan nelayan yang tidak masuk restoran atau pasar, diolah menjadi keripik atau kerupuk. KBA membina ibu rumah tangga para nelayan, menghasilkan makanan ringan yang lebih lezat, lebih tahan lama lebih menarik. Sehingga saat dipasarkan direstoran, mendapat perhatian pengunjung.
Sehingga, berkat Astra, warga Tanjungpiayu Laut menjadi nelayan yang berprofesi pelaku usaha kuliner Istri para nelayan, memiliki usaha rumah tangga, untuk membantu ekonomi keluarga. Diantaranya, Ruliah yang merupakan istri David. Biasanya Ruliah ikut meninggalkan anak-anaknya dirumah dan berangkat bersama suaminya, melaut.
Seiring perkembangan usaha rumah tangga yang dijalaninya dengan pendampingan KBA, Ruliah kini sudah tidak melaut. Dia memilih lebih fokus pada usahanya. ‎"Setidaknya istri kami ada penghasilan, tanpa harus ikut melaut. Biasanya, kalau Juni sampai September, mereka ikut ke laut, karena musim rajungan," imbuh David.
Pembinaan yang diterima Ruliah, diakui banyak membantu, dalam menghasilkan produk makanan ringan atau snack lebih berkualitas dan lebih laku dipasar. Pembina KBA yang ditugaskan Astra International, ikut membantu promosi dan pemasaran. Tiap minggu, salah seorang pembina KBA, Supriadi hadir disana, untuk berinteraksi dan memantau kegiatan warga.
Sementara untuk kegiatan ngumpul bareng, dilakukan sekali satu bulan. Biasanya dilakukan setiap hari Sabtu, akhir bulan. Kegiatan dilakukan mulai pemeriksaan kesehatan, pembinaan dibidang usaha keluarga, lingkungan dan lainnya. "Akhir bulan, tanggal 22 (Desember) nanti ngumpul acara Astra. Tiap bulan sekali acara," ungkapnya.
Pertemuan antara pembina KBA dan nelayan, memberikan pemahaman atas kebutuhan usaha kuliner. Seperti perhatihan atas kehalalan produk. KBA membantu nelayan, memanfaatkan hasil melaut, memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, dengan mengolah ikan.
Hasil olahan ikan ini, seperti menjadi kerupuk ikan diakui banyak peminat. Kerupuk ikan olahannya diakui halal, walau belum mendapat sertifikat halal. Selama ini, mereka juga menentukan masa berlaku produk, dari uji coba yang dilakukan dirumah.
"Belum diuji. Tapi biasanya seperti kerupuk ikan yang saya buat, tahan satu mingguan," sambung Ruliah, yang mendampingi suaminya.
Soal harga dan kemasan, biasanya ada Rp1 ribu dan Rp5 ribu. Khusus yang Rp5 ribu, dengan kemasan baru, harga dinaikkan menjadi Rp7ribu. “Kemasan baru berbahan aluminiim 8foil. Sekarang itu juga yang lebih laris," kata Ruliah, yang menjadi peserta binaan KBA Tanjungpiayu, saat mendampingi suaminya, David diteras rumahnya.
Sementara makanan ringan dalam kemasan kecil dan plastik transpatan, dijual dengan harga Rp1 ribu. Makan ringan itu dititipkan di warung-warung di wilayah Kecamatan Sei Beduk. Setiap dua hari, mereka keliling ke warung dan restoran untuk mengantar makann ringan untuk dijual.
"Biasanya, seperti kerupuk ikan yang saya buat dan titip jual direstoran, laku sedikit. Kadang dimakan sebelum pesanan tamu restoran tiba dimeja. Sekarang sudah dijadikan oleh-oleh sama wisatawan yang datang ke seafood," sambungnya.
Ada optimisme yang dimiliki warga dengan produk makanan ringan mereka. Kualitas dan rasa, diakui mereka jaga. Semakin laris, semakin komit mereka menjaga kualitas. Pertumbuhan usaha dengan kemasan baru, dirasakan warga dari kebutuhan bahan baju yang terus meningkat.
Belakangan ini Ruliah dan David, harus membeli bahan baku tambahan berupa ikan, dari nelayan lain. Ikan hasil tangkapan suaminya diluar ikan yang dijual ke restoran, tidak mencukupi untuk baku makan ringan kerupuk dan peyet rasa ikan.
Apa lagi, mereka membutuhkan ikan lebih banyak, untuk membuat sekitar 2ribu bungkus makanan ringan. Dimana untuk menjaga kerupuk dan penyet rasa ikan, dibutuhkan ikan lebih banyak. Sehingga rasa ikan tetap terasa. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku, antara lain ada ikan karang, mercu, jampu dan lainnya.
"Kalau ikan kurang, kami beli dari nelayan lain. Penting rasa ikannya tidak hambar. Itu juga ditekankan petugas dari KBA. Seperti pesan petugas, pak Supriadi yang rajin kesini," beber Ruliah, di teras rumah panggungnya.

- Kemasan Menarik Wisatawan
Suasana perkampungan, birunya laut, pantai yang indah, hingga keberadaan restoran-restoran di Tanjungpiayu Laut, memberikan dampak bagi pengembangan ekonomi masyarakat di bawah binaan PT Astra, sebagai KBA. Namun kembali diakui, kemasan sangat menentukan minat wisatawan atas produk usaha kuliner. Warga mengakui manfaat besar, kemasan produk, bantuan Astra. Kemasan baru yang digagas KBA, mendorong peminat makanan ringan Tanjungpiayu Laut.
Respon positif hadir dari wisatawan domestik dan mancanegara, yang berkunjung di restoran-restoran di Tanjungpiayu Laut. Termasuk peminat dari wisatawan Singapura dan Malaysia yang setiap akhir pekan memadati restoran disana. Produk kerupuk berbahan ikan, dengan kemasan aluminium foil, memiliki peminat besar.
Kemasan itu menaikkan status produk usaha rumah tangga itu jadi oleh-oleh. Kemasan itu juga akan semakin mempopulerkan daerah Tanjungpiayu Laut, karena dikemasan  tercantum komposisi bahan baku, hingga daerah asal produk.
"Naik kelas kerupuk kami jadi oleh-oleh. Biasanya cuma makanan di warung atau di meja restoran," ujar Ruliah.
Sentuhan KBA yang baru hadir empat bulan, mengangkat derajat produk hasil kreasi ibu rumah tangga Tanjungpiayu Laut. Dari sekedar dijual di warung-warung. Kini masuk restoran hingga naik kelas menjadi oleh-oleh, baik oleh wisatawan domestik hingga manca negara, terutama dari Singapura dan Malaysia.
Kini, tidak jarang melihat wisatawan di restoran seafood yang tersebar di Tanjungpiayu Laut, sambil menenteng makanan ringan, hasil masakan istri nelayan. Namun Ruliah mengharapkan bantuan kemasan tambahan. Kemasan produk bantuan dari KBA berupa aluminium foil.  Kemasan itu juga menjadi daya tarik, untuk masuk pasar modern, seperti supermarket hingga mini market seperti Alfamart dan Indomaret, yang menjamur di Batam.
Sebelumnya, Ruliah mendapat bantuan kemasan pakiging dari KBA Batam, bersama Sarimah dan Sari Noni. Kemasan itu ada untuk kerupuk ikan, peyek teri dan peyek kavang. Kemasan itu yang kemudian diminta pengadaannya ke KBA. "Kalau bisa dibantu plastik yang model baru itu. Kita beli, karena modalnya dari harga yang dinaikkan. Naik harga, karena modal naik, tapi makin laris," ujar Ruliah.

- Bantu Promosi dan Pemasaran
Melalui program KBA, pemasaran mendapat perhatian serius. Warga didorong dan dibantu, untuk memasuki pasar modern dan promosi di medsos. Pembina KBA memperkenalkan produk warga KBA Tanjungpiayu ke pasar modern. Seperti Indomaret, Alfamart dan dan lainnya.
Pembina KBA memperkenalkan produk warga KBA Tanjungpiayu ke pasar modern. Seperti Indomaret, Alfamart dan dan lainnya. Pembina KBA Tanjungpiayu Laut, Supriadi saat ditanya alasan pihaknya memilih perkampungan itu jadi daerah binaan, karena potensinya. Daerah itu merupakan pesisir yang memiliki view menarik. ”Sudah dikenal destinasi wisata kuliner dengan view menarik, namun ekonomi dan daerah perkampungan warga kurang berkembang lebih baik,” ungkapnya.
Kondisi itu juga mendorong mereka, memiliki semangat lebih, membantu warga. Termaksud rajin mengunjungi warga. Kemudian mendokumentasikan kegiatan warga hingga produk di media sosial. Harapannya, popularitas produk warga semakin naik. Langkah pembina KBA ini memperlihatkan hasil menggembirakan. Produk KBA banyak direspon hingga mendapat pesanan lebih banyak. Kalimat-kalimat sederhana namun penuh semangat, diposting pengelola medsos KBA. Seperti kalimat, cita rasa kripik asli dari Batam dengan resep bumbu pilihan dan tanpa pengawet. Cemilan yang membuat hari-hari anda penuh ceria.
Supriadi sebagai pembina KBA ke Tanjungpiayu Laut, ikut melatih warga dalam mengelola keuangan usaha. Melatih untuk menghitung harga pokok produksi, agar usaha masyarakat, tidak merugi. Sehingga pengelolaan usaha, tidak lebih baik dari rasa, kemasan dan pemasaran. Namun dari pengelolaan keuangan warga.
”Membedakan keuangan pribadi dan keuangan usaha,” kata Supriadi.
Terkait program KBA, Koordinator Wilayah KBA Tanjungpiayu Laut, M Iqbal mengatakan, mereka menjalankan pilar KBA. ‎"Melalui program Kampung Berseri Astra ini masyarakat dan perusahaan dapat berkolaborasi untuk bersama mewujudkan wilayah yang bersih, sehat, cerdas dan produktif. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat di wilayah KBA," kata Iqbal.

- Manfaatkan Pasar Online
Pengembangan usaha rumah tangga ini, mendapat apresiasi Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad. ‎Sejalan dengan PT Astra, Amsakar mengingatkan penting memperhatikan kemasan produk usaha warga atau UMKM di Batam. Selain itu, komposisi (bahan), merk dan sertifikasi baik halal di kemasan juga penting.
"Kemasan akan menceritakan rasa dan asal usul makanan hingga lokasi dibuat. Sehingga produk Tanjungpiayu Laut, bisa menjadi kuliner khas Batam, yang dikenal di mancanegara juga," harap Amsakar.
‎Dinilai, promosi pemasaran melalui medsos cukup baik. Dengan memanfaatkan fasilitas teknologi, pertumbuhannya akan lebih cepat. Tidak hanya UMKM di Batam, didorong untuk mulai meninggalkan pemasaran model konvensional dan memperkuat online.
Sehingga ibu-ibu rumah tangga yang membuka usaha rumah tangga, tidak perlu keliling mengantarkan makanan yang dihasilkan. Dengan sistem jaringan online, warga pemilik usaha, tidak perlu sewa tempat untuk toko fisik. Selain itu cakupan pasar juga lebih luas. Tidak hanya di Kota Batam tapi nasional bahkan mancanegara.
"Era sekarang, kita semestinya masuk ke ranah online. Yang diperlukan ketepatan, kecepatan dan komitmen," himbaunya.
Dalam membantu usaha rumah tangga hingga UMKM dalam promosi dan pemasaran, Pemko Batam kini menyiapkan rancangan untuk marketplace atau pasar dalam jaringan (daring/online). Pasar daring ini dimaksudkan untuk industri kecil menengah (IKM) dan UMKM.
Demikian, dihimbau agar pemanfaatan dana tanggungjawab sosial, perusahaan atau CSR, dikoordinasikan ke pihaknya. Sehingga kedepan, bisa sinergi program dqn tidak terjadi tumpang tindih program. “Ini untuk memaksimalkan program perusahaan-perusahaan di Batam,” himbaunya.
Selain kemasan, pemasaran dan kualitas produk, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kepri, Gusti Raizal Eka Putra mengingatkan, penting agar makanan bisa tahan lama. Salah satu kelemahan produk UMKM, termaksud rumah tangga di Batam, terkait masa tahan produk makanan, yang tidak lama. Untuk itu dinilai perlu pelatihan dan sertifikasi, agar produk bisa tahan lama dan bisa masuk pasar luar negeri.
"Kalau dipacking dengan baik, bisa tahan lama. Jadi perlu pelatihan dan sertifikasi, sehingga bisa dipasarkan keluar negeri. Sekarang masuk luar negeri karena jadi oleh-oleh," kata Gusti.***

Comments